Panicular flow

Monday, 13 October 2008

Salah seorang dosen saya mengatakan bahwa mengapa kita harus ikutan panik? Tidak ada alasan bahwa krisis yang terjadi di Amerika akan berakibat fatal bagi perekonomian Indonesia. Kecuali, kecuali seperti sekarang ini. Semua orang termasuk investor, pemegang saham, pemegang deposito di Bank menjadi panik dan ketakutan bahwa dampak krisis tersebut akan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara global. Memang, krisis yang terjadi saat ini berawal dari sektor kecil yaitu sektor kredit perumahan yang semakin lama semakin memuncak dan mengakibatkan resesi yang semakin tajam sehingga berpengaruh bagi sektor-sektor lain di Amerika. Tapi, seperti yang salah satu dosen saya katakan, bank-bank di Indonesia tidak ada satupun yang menyimpan uang di bank Amerika. Bank yang banyak menyimpan di bank-bank Amerika adalah bank-bank yang berada di Eropa. Kalau kita seperti Eropa, bolehlah panik. Kalau saja sebenarnya saya anak kandungnya Fergusson dan ternyata dikasih persenan sedikit saham di Manchester United, bolehlah panik. Bisa jadi Cina tertawa lepas sekarang, saat ekspor Amerika menurun, ekspor Cina menjadi terus naik. Kegiatan ekspor-impor Indonesia pun sempat mengalami gangguan. Karena seperti yang kita ketahui sekarang, kebijakan-kebijakan yang beberapa hari ini dikeluarkan oleh pemerintah umumnya mengacu pada satu tujuan agar masyarakat tidak panik. Contohnya, tadi siang, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah akan menaikkan nilai jaminan simpanan setiap nasabah sebanyak dua miliar rupiah dari yang tadinya seraus juta rupiah. Alasannya, agar pemilik deposito atau tabungan tidak merasa khawatir akan simpanan uangnya di Bank. Lalu kebijakan pemerintah untuk menaikkan suku bunga minimum, itu dilakukan agar para nasabah tidak kabur yang pada akhirnya dapat memperkeruh keadaan. Tapi masyarakat masih belum tersadar, rupiah pun terus anjlok akibat pengaruh kepanikan masyarakat. Ditambah lagi dengan keadaan Indeks Harga Saham Gabungan yang sempat dibuka lalu ditutup kembali akibat kepanikan terhadap Wall Street yang semakin hari semakin menurun. Kebijakan buy back saham BUMN yang saat ini dianjurkan pemerintah namun tiba-tiba dianggap sebagai aksi terselebung dari IMF oleh para pengusaha pun dibuat untuk merangsang kegiatan di pasar modal. Betapa terpuruknya direktur Bursa Efek Indonesia sekarang, Erry Firmansyah. Ketika dahulu saat IHSG terus naik, banyak calon pendaftar pemegang saham rela mengantri panjang di kantor pendaftaran pemegang saham hanya untuk mendaftarkan uang satu miliar rupiah mereka agar dapat dilipatgandakan dua kali jumlah nolnya bila satu saham di salah satu perusahaan terbuka di Indonesia yang ingin mereka beli memiliki nilai nominal sebesar seratus rupiah. Bahkan ibu-ibu rumah tangga pun rela mengantri di tengah kesibukan mereka mengurusi keluarga. Sekarang, ketika Wall Street terus anjlok, berduyun-duyunlah mereka menjual saham dan menyimpannya dalam bentuk dolar atau dalam emas yang saat ini merupakan salah satu investasi yang paling dicari oleh sebagian besar masyarakat. Dan kita lihat akibatnya, IHSG pun terus turun. Betapa tingginya tingkat keoportunisan masyarakat Indonesia saat ini. Bak motor dan angkutan umum di jalan raya, ada celah kecil, langsung disabet. Memang tidak ada salahnya juga untuk waspada, tetapi jika kewaaspadaan itu berada di tingkat yang merugikan orang banyak khususnya negara, mengapa tidak kita mengambil sikap yang tenang dan berusaha bersama-sama memperbaiki keadaan yang sebenarnya dapat dikendalikan dengan kepala yang dingin ini. Dosen saya itu pun mengatakan bahwa ia bukan pendukung SBY, tetapi perlu diketahui kenyataan dari sisi ekonomi, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia saat ini sebesar 2000 dolar. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari ekonomi Indonesia kecuali untuk terus memberantas korupsi dan membantu rakyat kecil yang saat ini masih kekurangan. Eh ngomong-ngomong di masa-masa sekarang ini, apa kabarnya ya kasus Lumpur Lapindo dan Ryan?

5 comments:

Anonymous Monday, October 13, 2008 7:12:00 pm  

zzz anak ekonomi zzz

Anonymous Monday, October 13, 2008 10:42:00 pm  

ngga papa lah li, skali2 hehee

Martha-Happy Thursday, October 16, 2008 6:56:00 pm  

kunci dari seseorang dikatakan sebagai mahasiswa sebenarnya ada 3 hal menurut gw :membaca, berpikir, dan menulis disitu letak makna intelektualitas mahasiswa...

gunakan ketiga kekuatan intelektualitas lo buat memperkaya exsum semdis dan membuat 6th economix terlaksana dengan sukses..
bangganya anak semdis pintar2!!!hehehe...

Anonymous Friday, October 17, 2008 6:39:00 pm  

wadoh, kak happy? kaget aku kak. iya makasih kak happy! ayo sukseskan economix! hehee. aku link ya kak blog kk

Bagus Arya Wirapati Tuesday, October 21, 2008 7:04:00 pm  
This comment has been removed by the author.

  © Mayang Rizky The Remedy by Mayang Rizky

Back to TOP