Begitulah slogan yang diteriakkan oleh para aktivis yang peduli terhadap lingkungan pada saat mereka melakukan kegiatan yang membuktikan bahwa tidak hanya orasi ataupun segala macam aksi turun ke jalan yang dapat dilakukan, tetapi juga kegiatan yang menunjukkan bahwa lingkungan ini, lingkungan yang benar-benar perlu diselamatkan jiwanya ini, dapat dibenahi dengan melakukan kegiatan yang sebagaimana disebut sebagai pendauran ulang. Pendauran ulang dapat dilakukan pertama kali dengan membagi sampah atau barang sisa menjadi dua jalur, yaitu sampah organik dan sampah non-organik. Sampah organik merupakan sampah yang berisikan sejumlah barang sisa yang berbahan organik, atau dapat diuraikan. Sedangkan sampah non-organik yaitu sampah yang berisikan sejumlah barang sisa yang berbahan non-organik atau tidak dapat diuraikan. Contoh sampah organik adalah sisa-sisa rumah tangga dari makanan yang dikonsumsi. Dan contoh dari sampah non-organik adalah sampah plastik rumah tangga seperti bungkusan makanan atau kaleng makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Begitulah perwujudan dari pemerintah yang melaksanakan programnya mengenai kepedulian terhadap lingkungan dengan membuat dua tempat sampah yang berwarna merah dan hijau di berbagai tempat umum di Indonesia guna mengaktifkan kegiatan pendauran ulang. Daur ulang dapat dilakukan khususnya terhadap barang atu sampah yang bersifat non-organis, karena barang tersebut merupakan barang yang tidak dapat diuraikan oleh zat-zat pengurai tanah misalnya. Sehingga untuk menguraikannya dibutuhkan waktu beratus-ratus tahun lamanya. Seperti styrofoam yang saat ini sering kita gunakan untuk menjadi wadah bagi makanan, bisa jadi diperlukan waktu seratus tahun baginya untuk dapat diuraikan oleh tanah. Lalu, bagaimana dengan sampah organik yang saat ini ternyata sering didaur ulang oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab karena menjadikan produk mereka stersebut sebagai komoditi yang menunjang hajat hidup mereka tetapi di sisi lain merugikan pihak konsumen? Ternyata anggapan orang banyak mengenai negara Indonesia yang memiliki tingkat kekreatifan yang rendah untuk menciptakan inovasi baru perlu dipertimbangkan. Bila dibandingkan dengan negara-negara seperti Jepang, Taiwan, Singapura, yang memiliki sumber daya manusia yang dapat dikatakan sebagai sumber daya yang inovatif, bisa jadi dapat disejajarkan dengan Indonesia. Belum lama ini, kasus mengenai penggunaan barang sisa atau sampah dari hotel dan rumah tangga dijadikan sebagai bahan baku pembuatan makanan siap jadi yang didistribusikan ke beberapa pasar di Jakarta mencuat ke permukaan. Kasus ini muncul setelah ditemukannya tempat pengolahan sampah tersebut untuk dijadikan makanan yang siap jual kepada para konsumen. Ironisnya lagi, pihak yang seharusnya bertanggung jawab terhadap perbuatannya tersebut menyebutkan bahwa kegiatan ini telah berlangsung selama lima tahun dan dijadikan sebagai penunjang kehidupan keluarganya. Ketika Indonesia masih kekurangan enterpreneur-enterpreneur yang akan turut serta membantu perekonomian negara, dan ketika Bob Sadino dan Rhenald Kasali menjadi inspirator bagi para calon pengusaha yang akan membangun usahanya, munculah inisiatifbagi bangsa Indonesia untuk menciptakan suatu produk makanan siap jadi berbahan baku murah dengan hasil meriah yang tentunya membutuhkan proses kreatifitas yang tinggi serta bisa jadi menciptakan lapangan pekerjaan terbaru jika perusahaan tersebut membutuhkan serapan tenaga kerja yang tidak sedikit demi memperluas jaringan perusahaannya.
0 comments:
Post a Comment